Saat gelombang datang, instink Achyar langsung mendorongnya untuk mendekati masjid. ''Saya memanjat menara masjid sampai air surut. Banyak teman saya dan warga keturunan Cina, meninggal karena mereka naik ke lantai dua di tokonya, kemudian terjebak di situ,'' tutur warga Banda Aceh itu.Tiga orang Marinir juga berlindung di masjid. ''De, aku selamat. Aku ada di atas menara mesjid. Bareng dua Marinir dan delapan ibu-ibu. Airnya banyak sekali, nggak tahu datang dari mana. Masih shock kalo denger suara keras,'' ungkap sang Marinir lewat SMS yang dikirimkan kepada adiknya di Bandung. Ketika tsunami menerjang Aceh, banyak bangunan luluh lantak. Puing-puing rumah saling bertumpuk. Tapi, tidak untuk masjid. Keajaiban menyertai keberadaan masjid-masjid di Aceh. Saat daerah di sekitarnya hancur lebur, masjid-masjid itu tetap berdiri kokoh. Gambar di televisi juga foto-foto udara merekamnya dengan sangat jelas.
Saat tsunami menerjang, kawasan Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, ikut tergenang. Bangunan-bangunan di sekitar masjid seperti Pasar Aceh, juga jajaran pertokoan, luluh lantak. Namun, masjid tersebut tetap berdiri kokoh. Gambar televisi menunjukkan, banyak orang yang berlindung di masjid saat gelombang air datang. Bahkan, saat melintas halaman masjid, air terlihat tenang.
Hasyim, juru kamera amatir yang berhasil mengabadikan momen saat gelombang tsunami melewati Masjid Baiturrahman termasuk orang yang berlindung di masjid tersebut. Meski gelombang terus menerjang, dia tetap tenang mengambil gambar. ''Saya ingat pada Allah SWT dan keluarga saya. Saya serahkan seluruh diri saya pada Allah. Jika saya mati di sini, saya mati di rumah Allah dan saya tidak takut sama sekali,'' tuturnya.
Masjid yang didirikan Sultan Alaudin Mahmudsyah I (1234-1267 M) itu kemudian malah menjadi tempat pengungsian dan persemayaman jenazah-jenazah korban yang meninggal. Warga Banda Aceh juga banyak berdatangan ke masjid tersebut untuk mencari kerabatnya yang hilang. Riwayat sejarah masjid ini sudah sangat panjang. Pada 1873, akibat serangan tentara Belanda, masjid ini sempat terbakar. Rakyat Aceh kala itu pun sangat marah. Namun, peristiwa tersebut tidak lantas membuat riwayat Masjid Baiturrahman berakhir. Enam tahun kemudian, yakni pada 1879 masjid itu sudah dibangun kembali. Qadhi Malikul Adil menjadi tokoh Aceh yang meletakkan batu pertama pada pembangunan tersebut.
Pada perkembangannya, masjid itu menjadi simbol perjuangan dan kekuatan rakyat Aceh. Simbol itu seperti diteguhkan lagi saat gempa tsunami menerjang. Padahal, seorang ahli geologi pernah mengungkapkan, kalau gempa kekuatannya sampai 9 skala richter, maka semuanya akan rata dengan tanah. Tapi, Sang Pencipta berkehendak lain. Masjid Baiturrahman hanya mengalami kerusakan kecil meski diguncang gempa 9 skala richter, dan tsunami yang sangat dahsyat.
''Banyak diomongkan orang Aceh bahwa masjid adalah rumah Allah SWT dan tidak ada sesuatu pun yang bisa menghancurkannya kecuali Allah SWT sendiri,'' kata Ismail Ishak (42) warga Banda Aceh. Musibah tersebut telah membuat Ismail kehilangan tujuh kerabatnya. Cerita soal kekokohan masjid juga terlihat di Desa Baet, pinggiran Banda Aceh. Di situ terdapat masjid kampung yang tetap berdiri saat rumah penduduk dan bangunan lain di kampung itu rata dengan tanah. ''Tangan Allah SWT telah menjaga masjid agar tidak hancur,'' ujar Mukhlis Khaeran, warga Desa Baet. Rumah dia sendiri habis diterjang gelombang tsunami. ''Allah telah menjatuhkan hukuman karena kita tamak dan arogan. Tapi, Dia akan tetap melindungi rumah-Nya,'' lanjut Mukhlis.
Di daerah Pasi Lhok (20 kilometer sebelah timur Sigli), juga terdapat masjid kampung yang tegar menghadapi tsunami. Lebih dari 100 warga berlindung di masjid itu untuk menyelamatkan diri dari amukan gempa dan tsunami. Kata ulama di lokasi tersebut, Teuku Kaoy Ali, lima desa di kawasan Pasi Lhok telah hancur lebur, namun masjid di kampungnya tetap berdiri kokoh. Pemandangan lebih dramatik terlihat di Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat. Kota ini berhadapan langsung dengan Samudra Hindia, sehingga mengalami kerusakan yang sangat parah.
Namun, salah satu foto udara yang diambil di kota tersebut menggambarkan ada salah satu masjid yang tetap berdiri meski seluruh bangunan di sekitarnya hancur lebur. Boleh jadi struktur bangunan masjid memang lebih kuat dibanding bangunan lainnya. Namun, hal ini terbantahkan oleh salah satu masjid di Sigli yang mayoritas hanya terbuat dari kayu. Masjid itu tetap tegap berdiri meski bangunan di sekitarnya roboh.
Salah satu masjid yang sangat tua di Aceh, yakni Masjid Indrapuri juga tidak mengalami kerusakan berarti akibat musibah tersebut. Nama Indrapuri diambil dari kerajaan orang-orang Hindu yang pernah berdiri di Aceh. Masjid ini dibangun Sultan Iskandarmuda (1607-1636). Area sekitar masjid Indrapuri memang tidak tersentuh air bah. Namun, guncangan akibat gempa terasa begitu kuat. Mungkin karena mayoritas bangunan terbuat dari kayu termasuk tiang-tiang utamanya guncangan gempa berkekuatan 9 skala richter itu tak mampu menggoyahkan masjid tersebut.
No comments:
Post a Comment